Senin, 19 Januari 2015

Cerpen Anak - MAAF BUAT RATRI

Cerpen anak ini saya tulis jauuuhhh sebelum mengenal blog, sekitar tahun 2012. Ada beberapa naskah cerpen yang tersimpan di folder sampai kemudian saya mencoba buat kirim ke media. Alhamdulillah, cerpen ini di muat di Koran Anak-Radar Bojonegoro edisi Minggu, 5 Februari 2012.
 
 Radar Bojonegoro Edisi Minggu 5 Feb 2012



Bagi yang ingin mengirimkan cerpen anak karya nya, silahkan kirim melalui email ke: radarbojonegoro@jawapos.com dengan subject: cerpen anak. Tidak ada pemberitahuan bagi naskah baik yang di tolak maupun di terbitkan, jadi harus selalu cek setiap hari minggu.




Maaf Buat Ratri




        Braaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk………………….
            Suara tas yang dilempar dengan keras membentur sudut meja belajar dikamar Ratri, sampai sampai Shaun The Sheep tak berdosa yang sedang nangkring di atas meja, jatuh bergulingan terkena sasaran lemparan tas Ratri. “achhhhhhhhhhhhhhh……………sebeeeeeeeeeeeel”, gerutu Ratri disela – sela isak tangisnya. “Mama bener – bener gak adiiiiiiiiiiiiiiiiiil”. Ratri membenamkan kepalanya kedalam bantalnya yg empuk. Hanya sesenggukannya yang terdengar.

Terbayang kejadian kemarin siang. Ketika dia dan teman – teman sedang duduk – duduk santai dikelas saat jam istirahat, tiba – tiba Fika datang. “ Teman – teman, minggu depan ulang tahunku. Jangan lupa datang yaaaa…..” kata Fika sembari menyodorkan undangan ke Ratri, Dea dan Faza yang sedang menikmati jajanan mereka. “Wah……..ulang tahun yang ke 9 ya Fik”. Kata Dea yang duduk persis disamping kiri Ratri. Belum sempat Fika menjawab, Dea sudah melanjutkan “ Wow…….di restoran Fried Chicken yang baru itu ????”.

 “Iya dong, ini kan hari special buat aku. Dan Papa memberi kado special dengan mengadakan ultah ku disana. Maka nya….kalian semua harus datang yaaaa….” Jawab Fika. “ Pasti…!!!!!!”. Jawabku, Dea dan Faza hampir bersamaan. 
“Ok, kalau gitu sampai ketemu lagi yaaaaa”  Fika berlalu meninggalkan teman – temannya.

 “ Hmmm…..seneng ya jadi Fika, Papa nya baiiiiiiiiiiiiiik banget. Ultah anaknya aja direstoran “ kata Faza. “Ehhh…Ratri kok diem aja dari tadi. Besok kalau mau cari kado kita barengan  yuuuukkkkkkk” ujar Dea sambil beringsut mendekat. “ Iya, sekalian aja berangkatnya juga bareng. Nanti kita kumpul dirumahku, biar Mama yang anter”. Ratri menjawab tapi nada suaranya pelan. Jari tangannya membalik sampul undangan mungil berwarna pink. Terlihat gambar Princess yang dicetak timbul dengan tulisan berwarna merah keemasan. 

“ Bagus”. Tak sadar dia bergumam. “Iya nih…..undangannya bagus banget” sahut Faza, seolah – olah ungkapan itu untuknya. Ratri menoleh, dia tak sadar kalau gumammanya terdengar. Dengan sedikit terpaksa bibirnya tersenyum, menutupi perasaannya. Tiba – tiba Dea berkata “ Ehhh….bulan depan kan ulang tahun mu Ratri. Pasti dirayain juga doooong?”. Ratri mendongakkan kepala, seakan baru teringat. Ahhhh……..sebentar lagi kan bulan Februari, tepatnya 20 Februari ulang tahunnya. Dan tahun ini dia sudah menginjak usia ke-10. Udah gede ternyata, sudah kelas empat dia. Kembali sebuah senyum dibibirnya, tapi buru – buru dia menariknya kembali mengingat di keluarganya tak ada tradisi merayakan ulang tahun. Selama ini, orang tuanya tidak pernah merayakan ulang tahunnya. Begitu pun ulang tahun Mama dan Papanya berlalu begitu saja.
“ Tapi…………..aku kan gak pernah merayakan ulang tahun” gumamnya.
“ Justru itu, siapa tahu kali ini Mama mu mau merayakan ulang tahunmu. Kamu kan belum pernah merayakan ultahmu?” timpal Dea.  “ lagipula kamu kan anak tunggal, apa iya Papa mu gak mau merayakannya??”. 

“Ratri……………” suara Mama mengagetkan Ratri. Dengan segera disekanya sisa – sisa air mata. Karena bagaimanapun juga dia malu kalau sampai ketahuan menangis. Mama nya tidak pernah mengajarkan untuk cengeng. Mama selalu mendidik dia untuk belajar menyelesaikan masalah – masalahnya sendiri lebih dulu, meskipun nantinya tidak lepas dari pantauan Mama. “ Iya Ma…………..”. dilihatnya Mama sudah berdiri dipintu kamarnya. Seulas senyum tersungging dibibirnya saat menatap anak semata wayangnya. “ Ahhh…..jangan – jangan mama tau kalau aku nangis ”. bathin Ratri. Kembali diusapnya kedua mata dan pipinya sambil beranjak duduk. 

Mama melangkah masuk dan kemudian duduk ditepian tempat tidurnya. “ Kamu cuci kaki dan muka dulu, trus makan. Sedari pulang sekolah tadi belum makan kan?”. Ratri mengangguk sambil mengusap pipinya sekali lagi, seakan belum yakin kalau air matanya telah diseka tadi. “ Sayaaaaang, ada yang ingin mama tunjukkan ke kamu nanti”. Mama mengusap lembut kepala Ratri sambil memeluknya.mengingatkan Ratri akan masa kecilnya, bahwa saat seperti inilah yang paling disukainya. Ketika mama membenamkannya jauuuuuuuuuh kedalam pelukannya. Serasa luar biasa tenang dan damai.  “ Kamu sudah sholat Dhuhur belum?”. Ratri menggeleng tapi tak beranjak dari pelukan Mama. “ Ya udah, kamu sholat dulu trus makan. Habis itu, kita pergi ke sesuatu….” Kata Mama menirukan logat tante penyanyi di televisi. Ratri jadi tersenyum dan menganggukkan kepalanya, tanda setuju.

“ Maaaa…kita mau kemana?” Tanya Ratri. Kedua tangangannya dengan erat memeluk pinggang Mama. Beberapa kali helm yang dipakainya menyodok – nyodok punggung Mama kala Mama mendadak menekan rem motor matiknya. “ Nanti kamu akan tahu sayang”. Dengan tangkas Mama menambah tarikan gas kemudian menyalip pengendara didepannya. Mama memang tangkas berkendara. Selama ini memang mama yang mengantar jemput sekolah Ratri. Tempat kerja Papanya jauh diluar kota, membuatnya berangkat lebih pagi sehingga tidak sempat mengantar Ratri. Tapi tak mengapa, Mama tidak kalah cekatan dengan Papa kalau mengendarai motor.

Mama terus melaju ke tengah kota. Sore ini cerah, tak seperti beberapa hari belakangan yang selalu turun hujan saat sore menjelang. Tak heran banyak orang berlalu lalang, jalanan padat. Mungkin mereka hendak menuntaskan rencananya yang sempat tertunda hujan kemarin. Mendekati perempatan ditengah kota, mama memperlambat laju motornya dan perlahan menepi. “ Maaaa…ini rumah siapa?” Mama tidak menjawab tapi menghentikan motor disamping rumah besar yang pagarnya terkunci rapat. Biarpun terkunci, pemandangan teras rumah itu terlihat jelas dari depan. Asri namun terkesan sepi.

“ Kita tidak sedang berkunjung sayang”. Mama memarkir motor dan melepas helm yang kemudian ditaruh di spion motor. “Kamu gak usah turun gak papa, tapi hati – hati”.
Ratri makin gak ngerti. Dilepasnya helm, kemudian ditaruh dipangkuannya. Dia masih duduk diatas jok motor dengan kaki menggantung sementara Mama brdiri disampingnya. “ Ngapain sih mau Mama ngajak kesini???”. Dari tempatnya sekarang tampak jelas keramaian jalan yang membujur dari timur ke barat. Juga perempatan disisi sebela kirinya. Beberapa mobil dan motor seakan berbaris rapi. Dan ketika rambu – rambu berubah hijau, satu persatu saling berusaha mendahului. Ahhhhh……serasa nonton balapan dengan gerak diperlambat.

“ Coba kamu lihat itu…” tangan Mama menunjuk kearah perempatan. Rambu – rambu yang sedang merah, semua kendaraan mengurangi kecepatan dan kemudian berhenti. Serombongan anak pengamen dan peminta – minta yang berpakaian serba lusuh serta merta mendekati para pengendara. Sebagian seusia denganku, atau setahun dua tahun diatasku.
“ Mereka….” Kembali tangan Mama menunjuk, seakan aku tidak tau arah yang dituju. “ Kamu lihat mereka, mereka seusia denganmu. Siang malam, inilah rumah mereka”.
“ Mereka tidak sekolah, Ma?” tanyaku tanpa memalingkan wajah dari perempatan itu. Tampak seorang anak perempuan yang aku yakin umurnya tak lebih dari 7 tahun sedang mengetuk – ngetuk pintu mobil yang berhenti sambil menggendong adiknya yang tidak memakai celana. Tubuhnya kurus dengan rambut yang kusut dan kemerahan. Pasti sudah berhari – hari dia tidak mencuci rambutnya.
“ Sayang….untuk sekedar makan saja mereka harus bekerja keras siang dan malam. Apa lagi untuk sekolah”. Mama beranjak ke depanku sembari memegang kedua lututku. Aku masih diatas motor yang diparkir ditepian jalan. 

“ Mama mengajak kamu kesini supaya kamu tahu dan menyadari, kalau masih banyak orang yang tidak seberuntung kamu. Dianugerahi tubuh yang sehat dan sempurna oleh Allah, punya orang tua yang lengkap yang menyayangimu, bisa sekolah dan melakukan banyak kegiatan menyenangkan. Sementara mereka…….. perempatan inilah rumahnya. Beratapkan langit dan berdinding udara, jangan ditanya dinginnya saat malam dengan perut yang kosong. Untuk makan, mereka harus menyodorkan tangan ke pengguna jalan. Belum lagi mereka juga harus bermain kucing kucingan dengan aparat saat ada razia”.
“Cukup Ma…..” Ratri terisak, air matanya meleleh dikedua pipinya. Tapi kali ini dia tak malu lagi. Dipeluknya Mama dengan erat, serasa rindu karena lama tak berjumpa. “ Ratri ngerti maksud Mama mengajak Ratri kesini”. Mama mengangguk sambil membalas pelukan Ratri. Beberapa pengendara yang lewat sempat menoleh, tapi Ratri tak perduli.

“ Mama ingin agar Ratri bersyukur karena masih banyak anak yang tidak seberuntung Ratri. Sementara Ratri malah meminta mama untuk menghamburkan uang di ulang tahun Ratri. Uang yang seharusnya bisa lebih berguna. Untuk bayar sekolah Ratri, bahkan membantu mereka”. Mama tersenyum dan mengusap air mata dipipi Ratri.

“ Kamu anak yang cerdas sayang. Kalau Mama tidak pernah merayakan ulang tahunmu dengan pesta, bukan berarti kalau mama pelit dan tidak adil. Ada banyak hal yang lebih berarti yang bisa kita lakukan dengan uang kita. Dan kamu sudah tahu jawabannya. Mama ingin agar kamu bisa berlaku baik dan bijaksana”. 

“Ratri ngerti, maafkan Ratri ya maaaa……..”.
“ Tentu saja sayaaaaaang……..” kata mama sambil mencium kedua pipi putrinya.
“ Sekarang, bagaimana kalau kita cari es cream???”. Ajak Mama dan dijawab dengan anggukan Ratri dengan cepat. Bergegas mama meraih helm dan menstarter motor. Rambu rambu menyala kuning. Dengan tangkas Mama mengendarai motor melewati perempatan sebelum rambu berubah merah.

“ Ma…..es creamnya boleh yang rasa coklat yaaa???”. Ratri mempererat pelukannya di  pinggang Mama yang tengah melaju.

                                             :::
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar