Jumat, 16 Desember 2016

Warung Cak Mis, Antara Kenyang dan Menghibur

Pengen ngerasain sensasi makan aspal, sembako, keong racun, pakan doro,  kulit badak, bantal, guling pake lalapan suket di tepi "kolam renang" ?.

Gimana kalau makannya ditemeni sama "Krisdayanti" atau mbok nom alias istri muda?
Coba saja datang ke warung Cak Mis.





Warung yang dikelola oleh Cak Mis,  pria asli Suroboyo ini tak ubahnya seperti warung-warung angkringan yang banyak terdapat di setiap sudut kota Pahlawan. Menempati gerobak dorong dan satu meja yang panjang seluruhnya tidak lebih dari 4 meter. Terletak di Jalan Bintoro Surabaya, tepatnya di depan kantor Komisi Tinju Indonesia. Tak ada papan nama atau petunjuk, tapi kalau tanya orang, hampir semuanya pasti tahu.

Menu yang dihadirkan pun sangat sederhana, khas angkringan.  Antara lain: nasi bungkus daun pisang dengan lauk ayam,  bali daging maupun bandeng. Selain itu ada juga berbagai jajanan gorengan dan lauk seperti sate usus,  sate kerang,  cecek,  sate puyuh,  ceker super pedas, dideh ( darah beku yang digoreng), kepala ayam goreng sampai dadar jagung.

Yang unik adalah cara Cak Mis menyebut masing-masing menu dengan nama yang unik. Misalnya saja Krisdayanti= sate usus, cucak rowo= sate puyuh,  kulit badak = sate cecek,  mbok nom= minuman sinom,  stw=es teh wae (es teh saja)  maupun susu janda alias susu, jahe plus madu..


Saat pembeli hendak membayar,  suara Cak Mis yang cempreng dengan logat Suroboyoan yang kental akan menyebutnya dengan cepat dan disambut dengan tawa pengunjung.

Warung yang buka sejak jam tiga sore sampai jam tiga pagi ini hampir tidak pernah sepi pengunjung. Pada saat week end terkadang malah jam 12 malem sudah banyak menu nya yang habis. Mereka yang datang bukan hanya karena ingin membuang lapar, sebagian lainnya malah ingin bernostalgia dengan guyonan Cak Mis yang Suroboyo banget.


Meskipun lokasinya di pinggir jalan, pengunjung yang datang sangat beragam. Mulai abang becak, mahasiswa, mbak-mbak SPG sampai pekerja kantoran. Tak heran,  warung Cak Mis begitu populer. Hampir semua orang di Surabaya tahu warung sederhana yang letaknya dekat dengan Taman Bungkul ini.

Jam menunjukkan pukul 2 dini hari saat saya yang saat itu bersama kakak sampai di sana.  Hujan yang baru saja reda membuat orang males keluar.  Hanya satu dua pengunjung yang menempati bangku panjang didepan meja, menghabiskan sisa nasi bungkusnya. Cak Mis terlihat asyik berbincang dengan temannya serta seorang karyawan. Melihat kami datang,  bergegas dia menyapa dengan logat khas nya "monggo mbak, mas, arep dhahar lan unjuk'ane nopo? " ( silahkan mbak, mas mau makan dan minum apa?).

Malam itu saya pilih sembako, sate usus, ceker dan minumnya es teh. Soal harga jangan khawatir, dijamin kenyang tanpa bikin dompet jebol.

Meski sudah puluhan tahun berjualan, namun hampir semua dagangan di warung Cak Mis merupakan barang titipan. Kecuali minuman, semua jenis makanan adalah milik orang lain yang dititipkan untuk dijual.

Beberapa kali diliput media dan femes di sosmed, Cak Mis tetaplah Cak Mis. Dia tidak pernah merasa terkenal atau dikenal banyak orang. Bahkan rombong jualannya pun dibiarkan polos tanpa nama sebagai identitasnya. Kreatifitasnya "mengolah kata" telah menjadi berkah bagi kerja keras dan ketelatenan nya.













4 komentar: