Selasa, 27 September 2016

Makassar, Surganya Pecinta Kuliner




Selain pantai-pantainya yang indah, Makassar adalah "surga" bagi pecinta kuliner. Itu yang saya rasakan saat mengunjunginya minggu lalu.

Sebelum berangkat, saya sebenarnya sudah merencanakan untuk mengunjungi Pulau Samalona dan Lae Lae yang udah tersohor itu. Saya sudah browsing transportasi apa yang mudah dijangkau. Tapi sayangnya ada satu hal yang mengharuskan balik pulang di hari ke 3. Resiko pergi berlibur dengan meninggalkan "PR" dirumah membuat saya harus rela menghapus beberapa destinasi yang sudah terlanjur masuk ke to do list. Toh ini bukan liburan dalam arti sebenarnya. Ada pekerjaan yang diselesaikan Babe! disana. Saya, istrinya hanya nebeng liburan saja😆😆.


Meski belum banyak tempat yang di singgahi, tapi perjalanan kemarin tetap saja mengesankan. Setidaknya buat tukang makan seperti saya😅.  Jangan heran kalau setibanya di bandara Sultan Hassanuddin Makassar bukannya menuju hotel tapi malah melipir ke Aroma Coto Gagak. Yah, boleh dibilang balas dendam dan obat galau karena sebelumnya sempat ketinggalan pesawat dan harus berangkat dengan penerbangan berikutnya yg harga tiketnya naudhubillah itu. Belum lagi kami harus berangkat dengan pesawat yang berbeda. Babe! harus berangkat lebih dulu dengan resiko membeli tiket yang harganya 3x lipat! karena terbentur harus meeting jam 10 di Makassar. Saya akhirnya harus mengalah berangkat lebih siang demi tiket lebih murah. Pokok'e drama banget.


Akhirnya, semangkok coto yang aromanya saja udah bikin saya ileran bisa meredam semuanya. Kalau saya pilihnya cotto campur, maksudnya isiannya daging campur babat dan jeroan. Sementara Babe! lebih suka yang daging saja. Warung coto ini salah satu yang wajib di kunjungi saat ke Makassar. Terletak di jalan Gagak (makanya terkenal dengan sebutan Aroma Coto Gagak) dan di kelola secara turun temurun. Kapan lagi akan coto bener-bener dari tempat asalnya?. Disajikan dalam mangkok kecil dengan taburan bawang goreng melimpah. Tak lupa irisan jeruk nipis dan sambal khas Makassar yang pedesnya warbiyasa tapi gak bikin kapok, malah pingin nambah. Sedangkan pasangan nya di sebut buras, yaitu sejenis lontong yang di rebus pakai santan. Tapi sayangnya waktu itu habis, jadi kita makan pakai lontong. For your information, yang di sebut lontong disini adalah semacam ketupat dalam ukuran mini. Dan orang sini sebutnya tetap "lontong". Hehehe....
Aroma Coto Gagak

Puas makan coto, kami lanjut menuju hotel. Beberapa hari sebelum berangkat saya memang terlebih dahulu memesan hotel lewat booking.com, dan pilihan jatuh ke Kenari Tower Hotel yang berada di jalan Yosef Latumahina no.30, Makassar. Ada banyak keuntungan yang bisa didapat dengan memesan lewat agen. Selain lebih tenang, kita juga bisa mencari hotel yang lokasinya paling strategis. Dan yang terpenting, sesuai budget. Dengan begitu, meskipun tidak membawa kendaraan sendiri tetap saja merasa nyaman menuju spot-spot wisata yang dituju. Apalagi jika memesan jauh hari sebelumnya, kita bisa saja mendapat harga promo.

Pukul 15.30 an kami sampai di Kenari Tower Hotel dan langsung check in. Kamar yang kami tempati berada di lantai lima, tapi sangat terbantu dengan adanya lift. Setelah mandi dan sholat, kami malah langsung tidur dan merencanakan sore nanti untuk jalan-jalan sekalian menikmati sunset di Pantai Losari.
Alamakk, boro-boro menikmati sunset, yang ada malah kebablasan tidur sampai magrib. Entah kamarnya yang kelewat nyaman atau benar-benar kecapekan, sampai-sampai jam 6 petang waktu setempat baru bangun. Perut juga sudah keroncongan minta diisi, makanya setelah mandi dan sholat Maghrib kami bergegas ke restoran yang berada di lantai 7. Salah satu keunikan hotel ini memang memiliki restoran di roof top nya. Saya sempat cari informasi dan mendapati foto-fotonya yang menarik.
Restoran di Rooftop Kenari Tower Hotel

     
Salah satu sudut resto yang instagramable

Dan benar saja, keluar dari lift  kami langsung di sambut restoran out door dengan penataan yang cantik. Ada juga gazebo yang dari sana kita bisa menyaksikan gemerlap kota Makassar. Saya kadung mupeng melihat pemandangan Pantai Losari dari atas. Akhirnya kami batal makan di restoran, karena saya malah ingin langsung kesana. Hanya sekitar 10 menit berjalan dari hotel menuju Pantai Losari, yang meskipun tidak berpasir selalu menarik untuk disinggahi.  Sepanjang bibir pantai di beri pembatas beton serta tulisan-tulisan sebagai landmark Makassar yang sering menjadi sasaran selfie para wisatawan. Termasuk saya.

Di area Pantai Losari juga terdapat sebuah masjid terapung, Masjid Amirul mukminin. Masjid yang dibangun pada tahun 2009 ini berdiri di atas laut dan memiliki 2 menara. Sayangnya akses untuk masuk hanya di buka pada waktu sholat sehingga wisatawan yang datang diluar jam itu hanya bisa mengabadikan lewat foto atau video saja. Semoga saja saya masih diberi kesempatan kembali untuk merasakan sholat di masjid yang indah ini. Diseberang masjid ini, sepanjang Pantai Losari (Jalan Panghibur) banyak dijumpai para penjual Pisang Epe. Yaitu sejenis pisang kepok setengah matang yangdi panggang di atas bara. Disajikan dengan bermacam-macam topping seperti gula merah, durian, keju maupun coklat. Tapi karena rasa lapar kami sudah menuju akut, kami memilih untuk makan malam terlebih dulu. Toh sepanjang malam mereka tetap buka.
Masjid Amirul Mukminin di siang hari

Tujuan berikutnya adalah Sop Konro Karebossi di jalan Lompobattang. Karena letaknya di dekat lapangan Karebossi maka orang lebih mengenalnya dengan Sop Konro Karebossi. Dari Pantai Losari bisa dijangkau dengan naik angkot dengan ongkos 5ribu. Tapi karena sudah terlanjur malam dan males berlama-lama, kami memilih naik taksi. Tarif di argo 18ribu, dan karena aku gak ada uang pas bayarnya 20ribu. Kalau mau jujur, sebenarnya lebih ngebet sama Konro Bakarnya yang pake bumbu kacang itu. Sedangkan Sop nya menurutku hampir semua kuliner Makassar baik sop, cotto maupun palubasa rasanya hampir sama. Biar bisa ngerasain dua-duanya akhirnya aku pesan Konro bakar sedangkan Babe! memilih Sop Konro.
Sop Konro Karebossi. Porsinya besar.

Rumah makan ini terdiri dari dua lantai. Lantai bawah sebagian dipergunakan untuk tempat memanggang konro sisanya meja kursi untuk pengunjung yang waktu itu terisi penuh. Lantai dua tidak kalah ramainya. Asap konro yang mengepul sampai lantai dua bikin perut makin laper saja. Saranku, kalau kesini jangan pas perut lapar. Soalnya PASTI antri lama banget. Selain itu, lupakan manners! disini makannya gak ada yang jaim. Enakkk banget! Yang pasti worth it.

Hari kedua, karena Babe! harus menyelesaikan kerjaannya jadilah saya berpetualang sendiri. Karena semalam belum banyak mengabadikan kecantikan Pantai Losari alias foto-foto, maka tujuan hari ini kesana sekaligus ke Fort Rotterdam. Sebuah benteng peninggalan kerajaan Gowa-Talo yang menjadi markas VOC pada jaman penjajahan Belanda. Didalamnya juga terdapat ruangan bekas tempat Pangeran Diponegoro saat diasingkan di Sulawesi. Sayangnya pada saat saya kesana, bagian depan penjara Pangeran diponegoro digunakan untuk parkir dua mobil milik Disparta sehingga saya kesulitan untuk mengambil gambarnya. Saat ini memang bagian depan gedung digunakan sebagai kantor Disparta, bagian belakang Kantor Balai Pelestarian Cagar dan Budaya. Sedangkan bangunan lainnya berfungsi sebagai Museum La Galigo yang menyimpan koleksi peninggalan kerajaan Gowa Talo maupun perkembangan budaya masyarakat Sulawesi. Untuk masuk kesana kita tidak dipungut biaya, meski demikian sebagian besar pengunjung yang datang membayar secara  sukarela di pos penjagaan buku tamu.
  
Salah satu view di Museum La Galigo

Perjalanan hari ke-dua diakhiri dengan mencicipi kuliner khas lainnya yaitu Palubasa. Hampir mirip dengan cotto, bedanya pada Palubassa ada tambahan koya kelapa. Dan pasangan makannya dengan nasi, bukan lontong atau buras layaknya Cotto Makassar. Rasanya, JUARA!
Palubasa. Hampir serupa dengan Coto Makassar

Hari ketiga, saatnya belanja oleh-oleh. Jalan Sumba Opu merupakan pusat oleh-oleh terlengkap di Makassar. Jaraknya hanya sekitar 15menit berjalan kaki dari Kenari Tower Hotel, tempat saya menginap. Selain toko-toko yang menjual oleh-oleh dan cenderamata, sepanjang jalan Sumba Opu juga merupakan pusat pedagang emas. Toko emas berderet sejajar dengan toko oleh-oleh. Toko-toko disini rata-rata menjual dengan harga pas alias tanpa menawar, tapi jangan khawatir harganya terjangkau koq. Jangan lupa untuk memasukkan sirup markisa, minyak tawon dan balsem cengkeh ke list belanjaanmu ya. Saya sendiri membeli beberapa baju-baju adat lengkap dengan asessorisnya. Niatnya sih pas di rumah bisa disewain lagi pas ada pawai (tetep gak mau rugi)😁.
Jalan Sumba Opu, pusat belanja oleh-oleh di Makassar

Rasanya masih ingin menghabiskan waktu lebih lama disini, belum bisa move on dari makanannya yang enak-enak itu. Masih ingin menjelajah pulau-pulau kecil yang konon sebagian besar belum berpenghuni. Berdo'a, semoga diberi rizki dan kesehatan sehingga bisa kembali kesana. Dalam perjalanan balik ke bandara Babe! sempat bisik-bisik " ini namanya wisata kolesterol, nDaa...". 😆😆😆😆










4 komentar:

  1. wisata kolestrol tapi enak ya mba :)

    BalasHapus
  2. percaya banget kalau makassar surganya kuliner, makanan enak-enak disana apalagi pisang ijonya yang bikin orang asli sana enak banget

    BalasHapus