Rabu, 30 September 2020

Anak Gimbal Dieng, Sebuah Misteri Di Tengah Kemodernan





Dieng gak melulu tentang hawa sejuk, kabut dan pemandangan layaknya negeri di awan. Ada beberapa hal unik yang tidak akan pernah kamu temui di tempat lain. Salah satunya adalah keberadaan anak-anak istimewa berambut gimbal. Anak Gimbal Dieng.

Dataran tinggi Dieng atau Dieng Plateu merupakan sebuah kawasan di Jawa Tengah yang wilayahnya berada di Kabupaten Banjar Negara dan Kabupaten Wonosobo. Itulah mengapa ada yang menyebut Dieng Banjarnegara atau Dieng Wonosobo. Magnet wisata utamanya merupakan keindahan alam seperti Telaga Pengilon, Batu Ratapan Angin, Kawasan Gardu Pandang Tieng, Kawah Sikidang dan berbagai warisan budaya serta peninggalan bersejarah seperti Candi Arjuna, Candi Semar dan Ondo Budho.

Salah satu sudut Dieng

Letaknya yang secara geografis di kelilingi oleh tiga gunung yaitu Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Prau membuat udara Dieng begitu sejuk dan sering di selimuti kabut. Kabut yang turun menutupi desa dan seluruh kawasan Dieng membuatnya seperti melayang dan menciptakan pemandangan layaknya negeri di atas awan. Kalau kamu merencanakan perjalanan ke Dieng, jangan lupa siapkan jaket tebal dan hindari pakaian berbahan jeans agar tidak tersiksa akibat kedinginan. Suhu rata-rata Dieng antara 9-13 derajad celcius, dan bahkan bisa sampai minus pada akhir bulan juli sampai Agustus. Saat suhu mencapai minus akan datang embun beku menyerupai salju yang di sebut mbun upas (embun bisa/racun) yang bisa mengakibatkan tanaman pertanian beku dan rusak, namun kemudian akan kembali normal dan bahkan menjadi semakin subur. 

Anak Gimbal Dieng Dalam Gendongan Ayahnya
Si Gimbal dalam gendongan ayah


Hasil pertanian utamanya adalah kentang. Kentang Dieng terutama kentang merahnya dikenal memiliki kualitas bagus, tinggi kadar air dan karbohidrat kompleks namun kalorinya rendah sehingga baik dipergunakan sebagai alternatif menu diet. Hasil bumi lainnya adalah carica dan purwaceng yang merupakan tanaman khas. Carica atau karika adalah buah sejenis pepaya yang bentuknya mungil, segenggaman tangan. Masyarakat Dieng banyak mengolahnya menjadi minuman, selai atau keripik. Sedangkan purwaceng ( pimpinella priatjan molk ) adalah sejenis tanaman rumput yang di kenal sebagai "viagranya Jawa". Kandungan afrodisiak pada tanaman ini diyakini mampu meningkatkan vitalitas dan daya seksualitas pria. Biasanya diolah dalam bentuk bubuk untuk langsung di minum atau sebagai campuran kopi. Hampir di setiap sudut Dieng ada kedai atau angkringan yang menyediakan menu kopi purwaceng dan tempe kemul serta mie ongklok sebagai pelengkapnya. 

Hal lain yang menjadikan Dieng begitu istimewa adalah keberadaan anak gimbal. Dan aku beruntung sekali bisa bertemu dengan salah satunya.


Perkenalkan, namanya Ninda...

Gadis lucu yang belum genap empat tahun ini merupakan salah satu anak gimbal yang aku temui di Dieng. Di sini masyarakat biasa menyebutnya dengan gembel karena dengan rambut gimbalnya memberi kesan berantakan layaknya gembel yang jarang mandi. Meskipun kenyataannya mereka bersih dan terawat. Keberadaan mereka merupakan salah satu fenomena sekaligus misteri yang hingga saat ini belum bisa terjawab.

Masyarakat Dieng mempercayai bahwa anak gimbal ini adalah titisan Kyai Kolo Dette dan istrinya, Nyai Roro Ronce yang notabene adalah abdi Ratu Pantai Selatan yang di tugaskan menjaga kesejahteraan masyarakat Dieng. Itulah mengapa, jumlah anak gimbal di yakini berkaitan erat dengan kesejahteraan disana. Semakin banyak muncul anak-anak gimbal maka akan semakin makmur dan membaiklah kondisi ekonomi disana. Begitu pula sebaliknya. Anak-anak ini di anggap istimewa meski kadang sifatnya sedikit berbeda. Ada yang lebih agresif dibanding anak seusianya, lebih manja bahkan tidak sedikit yang memiliki kemampuan mistis seperti layaknya "orang pintar".

Rambut gimbal ini tidak mereka miliki sejak lahir. Awalnya rambut tumbuh normal hingga kemudian pada usia tertentu akan tumbuh gimbal dengan sendirinya. Waktu tumbuhnya gimbal ini tidak menentu, ada yang saat masih bayi namun ada juga yang gimbalnya baru tumbuh ketika memasuki usia sekolah. Mereka akan mengalami gejala yang sama, ditandai dengan demam dan panas pada tubuhnya selama beberapa hari hingga tiba - tiba tumbuh gimbal begitu saja dengan sendirinya. 

Rambut Ninda sendiri mulai berubah menjadi gimbal saat usianya baru menginjak 9 bulan. Dan ternyata Ninda juga punya garis keturunan gimbal. Bu Farid, ibuknya ternyata juga "mantan" anak gimbal. Dan pasca di ruwat ketika masih balita hingga sekarang, rambutnya pun kembali tumbuh normal. 

Ninda dan ibunya
Ninda dan ibuk, dua generasi Gimbal Dieng


Mungkin banyak bertanya-tanya gimbal ini sepeti apa. Ya, gimbal mirip rambut anak rasta atau reggae. Kusut dan tidak bisa disisir. Semakin lama jalinan gimbalnya akan semakin memadat dan panjang, namun sama sekali tidak mengganggu. Mereka tetap bisa leluasa bermain, bersepeda dan sekolah seperti anak - anak umumnya. Sampai sekarang fenomena ini masih misteri dan belum bisa di jelaskan secara ilmiah bagaimana rambut yang semula tumbuh biasa bisa berubah menjadi gimbal.

Gimbal pada rambut mereka akan hilang dan rambut tumbuh normal kembali setelah dilakukan pemotongan, tentunya bukan potong rambut biasa. Ada upacara dan ritual khusus ( ruwatan ) yang dipimpin oleh pemangku adat setempat dan atas kemauan Si Anak Gimbal tanpa paksaan. Sebelum upacara pemotongan rambut dilaksanakan, mereka punya permintaan yang harus di penuhi oleh orang tua nya. Permintaan yang dipercaya sebagai representasi keinginan dari Kyai Kolo Dette dan Nyi Roro Ronce. Wujud nya bermacam - macam, mulai dari yang sepele sampai absurd. Seperti minta sepeda berwarna pink, uang dengan nominal tertentu, baju, laptop, kalung sampai yang unik seperti permen dengan merk tertentu, bakso, buntil, karet gelang, dua bungkus getuk bahkan ada yang meminta kentut ibuknya yang di bungkus plastik☺. Jika permintaan ini tidak di penuhi, maka setelah dipotong pun gimbalnya akan tumbuh kembali. 

Rekor permintaan paling nyeleneh adalah meminta di datangkan Leak Bali, dan sampai tulisan ini dibuat orang tuanya belum bisa memenuhi keinginan anaknya. Si Anak Gimbal tetap bersikukuh atas permintaannya, gak berubah hingga sekarang usianya sekitar 18 tahun dan membuatnya menjadi icon Anak Gimbal Dieng. 

Permintaan Ninda sendiri sebenarnya gak aneh, dia hanya menginginkan dua ekor ayam jantan/jago yang dimasak sayur ( kare atau gulai ). Masalahnya, salah satu ayam yang di potong nanti harus milik Mas Ardi, tetangga belakang rumah🤣. Meskipun terdengar aneh dan gak masuk akal, mereka sudah terbiasa dengan permintaan - permintaan Anak Gimbal. Jauh - jauh hari biasanya orang tua akan menanyakan kembali dan berharap bukan hal aneh yang diinginkan😁. 

Penulis bersama Ninda, Anak Gembel Dieng


Sejak tahun 2010 Kelompok Sadar Wisata dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat dan Dinas terkait sudah sudah memfasilitasi pelaksanaan prosesi potong rambut ini secara bersamaan/massal dan di kemas dalam Dieng Culture Festival ( DCF). Event yang biasanya di laksanakan setiap awal bulan Agustus ini sukses menarik ribuan wisatawan untuk datang ke Dieng. Tak hanya menyajikan prosesi pemotongan rambut, Dieng Culture Festival juga dimeriahkan dengan pesta rakyat, pagelaran wayang kulit, Festival Film Dieng, pesta lampion dan kembang api serta pertunjukan jazz Atas Awan yang berlatar Candi Arjuna. Sayangnya akibat pandemi Covid-19, pelaksanaan DCF tahun ini dilaksanakan secara virtual dan hanya di hadiri oleh beberapa undangan VIP dan pihak yang terkait DCF. Dan demi memudahkan dan menerapkan peraturan jaga jarak, hanya tiga Anak Gimbal yang diijinkan mengikuti prosesi potong rambut. Penonton juga harus cukup berpuas diri dengan menyaksikan live via Facebook, instagram dan You Tube panitia DCF. 

Saat ini masih ada belasan anak gimbal di Dieng. Keberadaan mereka itu nyata, meski tidak mudah diterima oleh nalar. Mereka adalah salah satu bukti kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa, maka biarlah hal - hal lainnya tetap menjadi misteri dan bagian dari budaya. 



  


6 komentar:

  1. Dieng bagai magnet wisatawan. Keindahan alamnya mengundang,cagar budaya pun memanggil, kesuburan tanahnya menarik, dan keberadaan "anak gimbal" menjadikannya sebagai lingkaran penuh dan utuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kombinasi lengkap ya kak, wisata alam, budaya dan sekaligus sejarah dapat di temui dalam satu daerah

      Hapus
  2. Dieng sangat menakjubkan. Beruntung mbak sudah ke sana. Aku baru sekadar menikmati secara virtual. Tapi malah bikin pengen ke sananya makin kuat tak tertahan. Gimbal ini unik banget. Terutama keluarnya yang bukan dari bayi, namun secara tiba-tiba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga nanti ada kesempatan datang langsung ke Dieng dan menyaksikan betapa harmoni nya alam dan budaya disana.

      Hapus
  3. Dari dulu AQ kepingin banget ke sana MBK, liat pean dah prnh kesana rasanya iri banget. Mudah2an bisa kesana suatu saat nanti

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat, banyak berdo'a dan siap2 packing.
      Begitu corona kelar cuss ke Dieng dah.. 😀

      Hapus